Senin, 23 Oktober 2017

sedih

kadang merasa sedih. tiba-tiba sedih. menangis. ngga pingin nangis. kehilangan. seperti ada lubang di dalam hati. kemudian rapuh.

bangkrut

aku bangkrut. kolaps. bokek. ngga punya uang. sakukurata.
aku mulai merasa cemas akan keesokan harinya.
I have to do something, pikirku.
apa pekerjaan yang bisa kulakukan?
mencuci piring di warung, mencuci piring di restoran, jadi asisten rumah tangga. pikiran pertamaku adalah tentang pekerjaan kasar. sama sekali tidak terpikir soal ijazah.

Rabu, 04 Oktober 2017

malam hari pukul delapan

kami mulai bersiap-siap istirahat pukul delapan malam. anak2 seperti biasa mengunjungi Indomaret terdekat. belanja di situ bisa membuat uang tabungan kami terkuras. tapi aku tidak menolaknya sekarang. belum. aku menggendong si bungsu sambil mempermainkan rambutnya yang ikal, rambut bayinya yang masih belum dipotong karena suamiku meminta begitu. Si Bungsu memelukku erat2 malam ini. Akhir2 ini dia sekarang sering minta gendong. Dan tidak mau lepas dari aku. Biasanya dia suka masuk ke supermarket dan main2 menggunakan keranjang belanjanya. Tapi beberpa hari ini tidak.

jadi kami tidur di hotel sederhana. aku sudah membuat reservasi. bukan hotel berbintang tiga seperti dulu yang biasa kami lakukan jika sedang traveling keluar kota. Aku teringat suamiku, yang selalu tersenyum dan mengingat jika menginap di hotel adalah kegemaran anak2. aku juga ingat dia menolak kami menghabiskan weekend dengan menginap di hotel modern yang baru dibuka di kota kami karena "kita tidak kelebihan uang".
Suamiku, sedang apa kamu sekarang? apakah kamu melihat kami? berlari dari kesedihan. Aku hanya bisa diam akhir-akhir ini, diam. menyetir. berusaha tetap ingat kalau anak2 harus makan nasi tiga kali sehari karena "ayah kalian menginginkan itu". Dulu aku menilai dia begitu kolot dan tradisional, orang Indonesia harus makan nasi. Tapi sekarang aku begitu merindukannya. aku akan makan nasi empat kali sehari asal suamiku bisa hidup lagi.